Pembahasan munculnya TKNM merujuk pada jaman dimana masyarakat Jawa, tengah membahas tentang gagasan utama dalam pembentukan sebuah pergerakan yang bersifat nasional. Kota Surakarta saat itu menjadi salah satu kota terpenting yang berpengaruh bagi timbulnya pergerakan nasional.
Menurut Takashi dalam bukunya Zaman Bergerak, Surakarta saat itu terbagi dalam dua pusaran pergrakan, yakni Budi Utomo dan Sarekat Islam. Budi Utomo memiliki basis pendukung dari kalangan priyayi dan bangsawan kerajaan, sementara Sarekat Islam, mendapatkan simpati dari pedagang dan kalangan rakyat kecil.
Dalam gagasan yang diusung oleh Budi Utomo dan Sarekat Islam, terdapat perbedaan yang mencolok terkait dengan penafsiran nasionalisme. Budi Utomo dengan identitas ke-Jawa-an, mengedepankan perkembangan budaya jawa dan memusatkan nasionalisme hanya pada Jawa.
Sarekat Islam yang mewakili Islam, mengusung pembaharuan dan modernism Islam, yang kemudian menjadi landasan Sarekat Islam dalam menjalankan kegiatan polotiknya. Dengan dasar Islam, Sarekat Islam mampu untuk mengajak kalangan luar Jawa untuk ikut membersamai gerakannya, namun dari sisi lain Sarekat Islam kurang mengakomodir kalangan non-muslim dalam pergerakkannya.
Benturan dan persaingan antara nasionalisme Jawa dengan pembaharuan Islam, semakin meruncing tatkala muncul sebuah artikel yang dibuat oleh Djojodikoro pada surat kabar Djawi Hiswara di Surakarta bertanggal 9 dan 11 Januari 1918.
Sebuah kalimat dalam surat kabar tersebut yang berbunyi, “Gusti Kandjeng Nabi Rasoel minoem A.H.V. gin, minoem opium, dan kadang soeka mengisep opium”, artikel tersebut dianggap melecehkan Allah SWT dan Nabi Muhammad, oleh karenanya timbulah reaksi umat Islam yang diawali dari Surabaya.
Melihat reaksi di Surabaya, kemudian Tjokroaminoto memanfaatkannya untuk menghimpun seluruh masyarakat dalam sebuah ikatan dibawah nama Islam, dengan gagasan utamanya mengangkat nilai-nilai kebangsaan tanpa membeda-bedakan suku. Islam sendiri ditempatkan sebagai bagian terpenting dalam merumuskan nilai kebangsaan bumiputera di Indonesia.
Tjokroaminoto bersama Hasan bin Smith dari Al Irsjad Surabaya dan komisari Central Sarekat Islam, pada 6 Februari 1918, membicarakan permasalahan surat kabar Djawi Hiswara, dan kemudian membentuk sebuah komite yang dinamakan Komite Tentara Kandjeng Nabi Muhammad (TKNM).
Menurut Ricklef dalam Sejarah Indonesia Modern, meskipun tujuannya adalah merespon artikel yang melecehkan umat Islam, khususnya terhadap sosok nabi Muhammad, tak dapat dinafikan bila TKNM merupakan organisasi sayap daripada Sarekat Islam.
Dengan adanya reaksi keras terhadap artikel yang melecehkan, ditambah dengan semakin gencarnya TKNM mendapatkan simpati, Budi Utomo sebagai pusat pergerakan nasionalisme Jawa semakin terpinggirkan karena respon yang terbatas dalam persoalan tersebut.
0 Komentar