Padahal, selama 10 tahun terakhir target dan realisasi pendapatan daerah di Jatim selalu mengalami peningkatan. Sehingga, sangat disayangkan apabila tren pertumbuhan tersebut justru terhenti.
Juru bicara Fraksi Keadilan Bintang Nurani (KBN), Mathur Husyairi, menjelaskan bahwa proyeksi pendapatan daerah tahun 2020 mengalami penurunan dibandingkan pada Perubahan-APBD Jatim tahun anggaran 2019. Dari yang awalnya Rp33,408 triliun menjadi Rp32,264 triliun (turun Rp1,143 triliun).
Pada penjelasannya, penurunan tersebut di antaranya disebabkan penurunan dana perimbangan daerah dan kurang optimalnya kinerja pada komponen PAD. "Pertanyaannya, kalau pada 2019 bisa lebih tinggi, mengapa pada 2020 tidak bisa sama atau bahkan lebih tinggi?," tanya Mathur.
Selain akumulasi pendapatan daerah, pihaknya juga menyoroti adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang ditargetkan hanya meningkat sekitar 1 persen. Yang mana, PAD pada 2020 meningkat Rp1,65 miliar (dari Rp18,193 triliun menjadi Rp18,358 triliun). (sumber)
"Nominal memang meningkat. Namun, apabila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Jatim yang ditargetkan mencapai 5,72, pertumbuhan tersebut kurang optimal," tegas Mathur.
Padahal, menjaga kinerja PAD menjadi salah satu usaha Pemrov Jatim dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan tahun ini. Yang mana, pertumbuhan ekonomi Jatim semester 2 2019 cukup stabil di angka 5,72 persen.
"Logikanya, jika pertumbuhan semakin tinggi maka tingkat pendapatannya seharusnya meningkat," kata Mathur yang juga politisi Partai Bulan Bintang ini.
Selain berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan proyeksi pendapatan daerah juga menunjukkan beberapa indikasi. Di antaranya, proyeksi disparitas antara potensi riil pendapatan dengan proyeksi yang ditetapkan.
"Artinya, kemungkinan ada lost income atau hidden income yang kurang dimaksimalkan. Rencana kebijakan pendapatan daerah dikatakan baik, kalau deviasi antara potensi, target, dan realisasi pendapatan tidak telalu besar," katanya.
0 Komentar